Hukum Merusak atau Menghilangkan Atribut Kampanye Lawan Politik
Tahun politik seperti ini banyak orang menjadi kalap sehingga menghalalkan segala cara. Sebagian dari mereka mencopot atau merusak atribut kampanye orang lain seperti stiker, spanduk, atau baliho. Pertanyaan saya, apa pandangan Islam terkait pencopotan atau perusakan alat kampanye orang lain yang dipasang di tempat umum?
Terima kasih. (Ali Zainal/Jakarta)
Jawaban Penanya yang budiman, semoga dirahmati Allah SWT. Perusakan, penghilangan, dan cara-cara destruktif terhadap alat kampanye atau biasa disebut alat peraga kampanye (apk) lawan politik dalam kampanye jelas dilarang dari segala jurusan, baik menurut UU pemilu yang berlaku maupun menurut hukum Islam.
Perampasan, penghilangan, atau perusakan barang atau hak yang bukan benda milik orang lain oleh para ulama disebut sebagai ghashab. Larangan ghashab dalam agama didasarkan pada Surat Al-Baqarah ayat 188 berikut ini:
وَلَا تَأْكُلُوا أَمْوَالَكُمْ بَيْنَكُمْ بِالْبَاطِلِ Artinya, “Jangan kalian memakan harta sesama kalian dengan cara yang batil,” (Surat Al-Baqarah ayat 188).
Larangan ghashab dalam agama juga didasarkan pada hadits riwayat Bukhari dan Muslim yang disampaikan oleh Rasulullah dalam khotbahnya ketika berhaji di Mina. Pada kesempatan itu Rasulullah mengulang-ulang pesannya agar tidak bersikap aniaya atau zalim terhadap hak orang lain:
وأخبار كقوله صلى الله عليه وسلم في خطبته في منى إن دماءكم وأموالكم وأعراضكم حرام عليكم كحرمة يومكم هذا في شهركم هذا في بلدكم هذا رواه الشيخان
Artinya, “Sejumlah hadits seperti sabda Rasulullah dalam khutbahnya di Mina, ‘Sungguh darah, harta, kehormatanmu haram bagimu (semua terhormat) seperti kehormatan hari ini (ibadah haji di Mina), bulan ini (Dzulhijjah), dan tanah ini (tanah suci Mekkah),’” (HR Bukhari dan Muslim). Dari sejumlah keterangan itu, orang yang melakukan ghashab atau pihak perampas wajib mengembalikan hak milik orang lain tersebut.
Jika hak orang lain tersebut rusak, maka ia wajib menggantinya sebagaimana keterangan Syekh M Nawawi Banten dalam hasyiyahnya atas
Fathul Qarib: قوله (فإن تلف المغصوب) المتمول عند الغاصب بآفة أو إتلاف (ضمنه الغاصب بمثله) في أي مكان حل به المثلي
Artinya, “Perkataan (Jika benda rampasan) yang bernilai (rusak) di tangan perampasnya karena rusak atau dirusak, (maka perampas menanggungnya dengan barang sejenis) di mana pun barang sejenis itu ada,” (Lihat Syekh M Nawawi Al-Bantani, Qutul Habibil Gharib, Tausyih ala Fathil Qaribil Mujib, [Beirut, Darul Fikr: 1996 M/1417 H], cetakan pertama, halaman 161-162). Syekh Abu Bakar Al-Hishni memberikan rincian bahwa barang rampasan yang rusak entah karena sengaja dirusak atau karena sebab lain yang menyebabkan barang itu menjadi cacat tetap menjadi tanggung jawab perampasnya.
اذا تلف المغصوب سواء كان بفعله أو بآفة سماوية بأن وقع عليه شيء أو احترق أو غرق أو أخذه أحد وتحقق تلفه فإن كان مثليا ضمنه بمثله لقوله تعالى {فمن اعتدى عليكم فاعتدوا عليه بمثل ما اعتدى عليكم} ولأنه أقرب إلى حقه
Artinya, “Bila barang rampasan rusak sama saja apakah dirusak sendiri olehnya atau rusak karena kejatuhan suatu benda, atau terbakar, tenggelam, hilang karena dicuri orang lain yang jelas nyata rusaknya, bila barang itu barang pasaran yang dapat diukur, maka ia harus menanggung kerusakannya dengan barang sejenis berdasarkan firman Allah SWT, ‘Siapa saja yang berbuat melampaui batas terhadapmu, maka balaslah ia sebesar perbuatan melampaui batasnya terhadapmu,’ (Al-Baqarah ayat 194) karena itu lebih dekat pada pemenuhan haknya,” (Lihat Abu Bakar Al-Hishni, Kifayatul Akhyar, [Beirut, Darul Fikr: 1994 M/1414 H], juz I, halaman 239). Dengan demikian, mereka yang melakukan pencopotan, perusakan, atau penghilangan alat kampanye orang lain wajib mengganti kerusakan barang rampasan yang dirusak atau dihilangkannya. Tindakan-tindakan demikian jelas mengandung mafsadat karena dapat memicu pertengkaran antarpendukung dan juga dapat menjerumuskan pelakunya ke dalam tahanan. Tindakan semacam ini jelas mencederai pemilu damai dan tertib sebagaimana diatur dalam UU tentang pemilu. Dalam masa politik di mana masa kampanye diatur oleh pemerintah melalui KPU, tindakan pencopotan, perusakan, atau penghilangan alat kampanye lawan politik bukan hanya merugikan pemiliknya secara material tetapi juga secara nonmaterial, yaitu momentum kampanye yang jadwalnya diatur sebelum memasuki masa tenang beberapa hari sebelum hari pencoblosan. Oleh karena itu, ulama Madzhab Syafi’i menyatakan kewajiban segera pengembalian alat kampanye rampasan kepada pemiliknya sebagaimana disebutkan oleh Syekh M Nawawi Banten dalam Nihayatuz Zein.
Sifat kesegeraan ini menjadi penting karena alat kampanye itu tidak lagi bernilai setelah masa kampanye usai.
قوله (وعلى الغاصب رد) فورا عند التمكن للمنقول بنفسه أو فعل أجنبي وإن عظمت المؤنة في رده Artinya, “Perkataan (Perampas wajib mengembalikan) segera ketika memungkinkan untuk benda rampasan yang dipindahkannya sendiri atau orang lain, sekalipun menghabiskan biaya tinggi untuk mengembalikannya,” (Lihat Syekh M Nawawi Banten, Nihayatuz Zein, [Bandung, Al-Maarif: tanpa catatan tahun], halaman 264).
Dari sini kita dapat menarik simpulan bahwa perusakan, pencopotan, atau penghilangan terhadap alat kampanye pihak politik tertentu merupakan tindakan pelanggaran hukum yang berlaku di Indonesia dan pelanggaran atas larangan dalam Islam. Tindakan itu hanya dapat dilakukan oleh petugas yang berwajib seperti panwaslu yang kemudian dieksekusi oleh satpol pp yang bersifat penertiban atas alat kampanye karena tempat dan waktu pemasangan yang menyalahi tata tertib yang berlaku. Demikian jawaban singkat kami. Semoga bisa dipahami dengan baik. Kami selalu terbuka dalam menerima kritik dan saran dari para pembaca. Wallahul muwaffiq ila aqwathih thariq, Wassalamu ’alaikum wr. wb. (Alhafiz Kurniawan)