Di Madura terdapat istilah Sabellesen yang asal usulnya berawal dari cara dakwah Walisongo dan ulama Nusantara. Yang paling menonjol dari tradisi ini adalah mistisnya. Sebagaimana dikatakan Snouck Hourgronye dalam buku ‘De Islam in Nederlandsch Indie’, Islam di Indonesia merupakan agama yang memiliki resapan yang sama dengan agama Hindu-Budha yang mengarah pada mistisnya.
Di antara tradisi yang berkembang di Jawa dan Madura adalah manaqib Jailani, Jailanian, dan Sabellesen, yang isinya manaqib Syaikh Abdul Qodir al-Jailani. Semuanya adalah tradisi pembacaan biografi, perilaku baik dan karamah yang dimiliki seorang wali yang diyakini oleh warga mengandung berkah.
Manaqib seperti ini lumrah dilakukan setiap tanggal 11 bulan Qamariyah. Kendati jamaahnya hanya 11 orang, manaqib tetap dibaca untuk bertabaruk, mengenang akhlak dan kepribadian Syaikh Abdul Qodir al-Jailani.
Secara umum, ada 2 manaqib yang dibaca masyarakat, yaitu manaqib an-Nur al-Burhani dan kitab manaqib Jawahir al-Ma’ani yang ditulis KH Jauhari Umar Pasuruan. Tetapi di Madura, tradisi manaqiban disebut Jailanian dan Sabellesen yang membaca wirid Qadiriyah. Berikut contoh di bawah ini.
x اَللهُمَّ صَلِّى وَسَلِّمْ عَلَى سَيِّدِنَا وَمَوْلَانَا مُحَمَّد وَعَلَى آلِ سَيِّدِنَا وَمَوْلَانَا مُحَمَّد ٣٣
x اَلصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ عَلَيْكَ يَا رَسُوْلَ اللهِ ٣٣
x يَا هَادِي، يَا عَلِيْمُ، يَاخَبِيْرُ، يَا عَلِي، يَا مُبِيْنُ ٣٣
Kadang pula diawali dengan membaca Surat Yasin, Al-Ikhlas, Al-Falaq, An-Nas, dan ayatul kursi. Makanan yang disuguhkan berlauk daging ayam atau sejenisnya.
Anehnya, tradisi yang mendarah daging di tengah masyarakat itu dibid’ahkan oleh beberapa orang. Padahal menceritakan kisah-kisah pendahulu dengan niat untuk meniru dan mengambil pelajaran dari berbagai pengalaman baik yang dicontohkan dan menimbulkan rasa cinta adalah anjuran Allah.
وَلَقَدْ اَرْسَلْنَا رُسُلًا مِّنْ قَبْلِكَ مِنْهُمْ مَّنْ قَصَصْنَا عَلَيْكَ وَمِنْهُمْ مَّنْ لَّمْ نَقْصُصْ عَلَيْكَ وَمَا كَانَ لِرَسُوْلٍ اَنْ يَّأْتِيَ بِاٰيَةٍ اِلَّا بِاِذْنِ اللهِ فَاِذَا جَآءَ اَمْرُ اللهِ قُضِيَ بِالْحَقِّ وَخَسِرَ هُنَالِكَ الْمُبْطِلُوْنَ
Artinya: Sungguh, Kami benar-benar telah mengutus rasul-rasul sebelum engkau (Nabi Muhammad). Di antara mereka ada yang Kami ceritakan kepadamu dan ada (pula) yang tidak Kami ceritakan kepadamu. Tidak ada seorang rasul pun membawa suatu mukjizat, kecuali seizin Allah. Maka, apabila telah datang perintah Allah (hari kiamat), diputuskanlah (segala perkara) dengan adil. Ketika itu, rugilah para pelaku kebatilan. (QS. Ghafir: 78)
Dikuatkan lagi dengan hadits nabi.
عَنْ عَبْدِ اللهِ عَنِ النَّبِي صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنَّهُ قَالَ اَلْمَرْءُ مَعَ مَنْ أَحَبَّ (رواه البخاري)
Artinya: Dari Abdillah dari Nabi Saw, bahwasanya beliau bersabda: “Seseorang itu bersama orang yang dicintai.
Menurut para ulama, tradisi manaqiban, Jailanian dan Sabellesen yang diniati tabarukan kepada wali itu sangat dianjurkan. Sebagaimana didawuhkan Abdullah bin Alawi al-Haddad.
علم يَنْبَغِي لِكُلِّ مُسْلِم طَالِبِ الْفَضْلِ وَالْخَيْراتِ اَنْ يَلْتَمِسُ الْبَرَكَاتِ وَالنَّفَحَاتِ وَاسْتِجَابَة الدُّعَاءِ وَنُزُوْلِ الرَّحْمَاتِ فِي حَضَرَاتِ الْأَوْلِيَآءِ فِي مَجَالِسِهِمْ وَجَمْعِهِمْ اَحْيَاءً وَاَمْوَاتًا وَعِنْدَ قُبُوْرِهِمْ وَحَالَ ذِكْرِهِمْ وَعِنْدَ كَثْرَةِ الْجُمُوعِ فِي زِيَارَاتِهِمْ وَعِنْدَ مُذَاكَرَاتِ فَضْلِهِمْ وَنَشْرِ مَنَاقِبِهِمْ (مصباح الأنام وجلاء الظلم، ص ١٠)
Artinya: Ketahuilah! Ssebaiknya setiap muslim pemburu keutamaan dan kebaikan, untuk mencari berkah dan anugerah, terkabulnya doa dan turunnya rahmat di depan para wali, di majelis-majelis dan kumpulan mereka, baik yang masih hidup ataupun sudah mati. Dan di kuburan mereka, ketika mengingat mereka, dan ketika banyak orang berkumpul dalam berziarah kepada mereka, serta ketika mengingat keutamaan mereka, dan pembacaan riwayat hidup mereka.
Dengan demikian, tradisi membaca manaqib wali yang dapat membawa kebaikan bahkan menggerakkan untuk berbuat baik itu hukumnya diperbolehkan, malah dianjurkan. Sebab manaqib (riwayat hidup) orang mulia lazimnya dipenuhi dengan keteladanan.